HUKUM  

Kecewa Anaknya Tidak Diakomodir di SATP, Orang Tua Bakar Ban Bekas Dihalaman Kantor YPMAK

Para orang tua memprotes soal penerimaan di SATP dengan membakar ban bekas di halaman kantor YPMAK di Jalan Ahmad Yani Timika, Kamis (4/9/2025)/Foto : istimewa

TIMIKA, (taparemimika.com) – Kecewa karena anak anaknya tidak diterima di Sekolah Asraman Taruna Papua (SATP) Timika, Kabupaten Mimika, provinsi Papua Tengah, sekelompok orang tua mendatangi kantor Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) dengan membakar ban bekas di Jalan Ahmad Yani, Kamis (04/09/2025).

Kekecewaan orang tua ini juga dilampiaskan secara spontan dengan membakar ban bekas di depan pintu gerbang masuk kantor YPMAK sehingga sempat macet dan menjadi tontonan warga yang pas melintas di Jalan Ahmad Yani Timjka.

Kepolisian Resort  Mimika yang merespon kelokasi berhasil meredam dan memfasilitasi para orangtua dengan pihak YPMAK. Walaupun sempat terjadi argumen namun situasi tetap berjalan aman hingga usai atau bubar.

Para orangtua melampiaskan kekesalannya yang intinya kedatangan di kantor YPMAK ini  ingin mempertanyakan alasan mengapa anak-anaknya di tahun ini tidak diakomodir di SATP, mengingat berkas yang diminta sudah dimasukan.

Para orangtua meminta pihak YPMAK segera mengambil solusi agar anak-anaknya mereka juga bisa diakomodir, pasalnya tidak diakomodirnya anak-anak mereka ini bukan baru pertama kali, bahkan ada yang sudah dua bahkan ada yang sudah tiga kali.

Direktur YPMAK melalui Deputi Program Billy E. Korwa menegaskan bahwa untuk tahun ini penerimaan itu harus adil, dan ini sudah disampaikan dari awal berdasarkan asesmen langsung dari SATP selaku pengelolah sekolah asrama yang menjadi milik PTFI.

“Mereka sampaikan 150 orang itu untuk SD kelas 1,kalau untuk SMP tidak ada penerimaan karena jumlah yang tamat dari SD ke SMP itu sudah pas dengan jumlah SMP kelas 1,”sebutnya.

Kata dia, diawal sosialisasi itu sudah disampaikan bahwa yang akan diterima itu jumlahnya 150 anak, diantaranya 75 anak dari Amungme dan 75 anak dari Kamoro.

“Ini ada syaratnya, dimana mereka diambil langsung di kampung-kampung bukan orang yang tinggal di kota,”terangnya.

Dikatakannya, untuk anak-anak Kamoro pihaknya menjemput langsung karena aksesnya mudah namun yang di gunung sedikit sulit karena harus menggunakan transportasi udara yang cukup mahal.

“Yang di gunung juga keamanannya juga tidak bisa kita abaikan, kemudian cuaca yang memang beberapa waktu lalu tidak bersahabat. Jadi akhirnya kita putuskan yang digunung ini kita terima saja mereka yang datang dan sudah ada di kota,”sambung Billy.

Masih kata Billy, syarat-syaratnya juga sudah disampaikan sesuai yang direkomendasikan pihak SATP, seperti anak harus usia 7 tahun 3 bulan atau sampai 6 bulan.

“Sebab, rata penerimaan anak di SATP ditahun-tahun sebelumnya, orangtua bawa yang 5 tahun dan paksakan harus tinggalkan di asrama sementara keadaan mereka itu belum siap untuk ada di asrama, mereka masih butuh kasih sayang dari orangtua, itu salah satu masalah utama,” ungkapnya.

“Ini berdasarkan informasi dan apa yang sekolah sampaikan ke kita karena mereka punya pengalaman. Ada yang umurnya sudah lebih tapi dipaksakan dan akhirnya karena malu, mereka keluar sendiri,” lanjutnya.

Dengan adanya persoalan ini, pihak YPMAK akan berkoordinasi dengan pihak pemerintah daerah dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati serta Dinas Pendidikan. (tm1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *