Tidak Laksanakan Pengelolaan Sampah di TPA ke Sistem Lemping Terkontrol, Kepala Daerah Bisa Dijerat Pidana dan Denda Rp 10 Miliar

Kadis DLH Mimika, Jeffri Deda/foto : redaksi
TIMIKA, (taparemimika.com)
Tidak laksanakan sanksi dari Kementrian Lingkungan Hidup berupa sanksi bagi TPA di seluruh Indonesia yang mengubah sistem pengelolaan sampah dari Open Dumping ke Sistem Controlled Land (lemping terkontrol), bisa dijerat pidana dengan ancaman hingga 4 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar jika pengabaian sanksi menyebabkan kerusakan lingkungan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperingatkan keras kepala daerah yang tidak menindaklanjuti sanksi administrasi terkait pengelolaan TPA yang masih menerapkan sistem pembuangan terbuka (open dumping).

Sebagaimana pernyataan Menteri LHK Hanif Faisol Nurofiq menegaskan, kepala daerah bisa dijerat pidana dengan ancaman hingga 4 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar jika pengabaian sanksi menyebabkan kerusakan lingkungan.

Saat ini, ada 343 TPA open dumping di seluruh Indonesia yang menerima surat sanksi administrasi termasuk kabupaten Mimika, provinsi Papua Tengah.

Dalam sanksi administrasi yang diterima oleh kabupaten Mimika menyebut, pemerintah memberi waktu kepada Kepala Daerah untuk menutup TPA open dumping dalam waktu enam bulan atau melakukan perubahan pengelolaan.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan bilamana penanganan sampah tidak bisa diterapkan secara serius kami akan menerapkan pasal 98 UU 32 tahun 2009 dengan ancaman pidana 4 tahun/10 miliar bila serius akan menimbulkan kerusakan lingkungan.

Jeffri Deda, Kepala DLH Mimika, saat ditemui wartawan di kantor DPRK Mimika pada Rabu (17/9/2025) membenarkan, adanya sanksi dan berujung ancaman pidana dan denda bila tak laksanakan sanksi dalam melaksanakan pengelolaan TPA dari Open Dumping ke Sistem Controlled Land (lemping terkontrol).

Dijelaskan Jefri Deda, Kota Timika  yang merupakan Ibukota Kabupaten Mimika setiap harinya menghasilkan sekitar 93 ton sampah, mayoritas berupa plastik. Angka ini membuat kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) semakin tertekan, karena dari total lahan seluas 11 hektare, kini hanya tersisa 4 hektare yang bisa digunakan.

Untuk mengatasi persoalan ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mimika berencana mengubah sistem pengelolaan sampah dari pola “kumpul-angkut-buang” menjadi sistem pemilahan sejak dari rumah tangga.

Karena itu Jefri  Deda, meminta masyarakat memilah sampah berdasarkan jenisnya, yakni plastik, kering, dan sisa makanan, sebelum diangkut ke tempat pengolahan atau TPA.

“Sekarang masih pakai sistem kumpul, angkut, buang. Nanti kita terapkan sistem pemilahan. Armada kita masih terbatas, kurang tiga unit. Mudah-mudahan tahun depan bisa ditambah,” ujarnya.

Saat ini DLH Mimika mengoperasikan 21 armada yang melayani 18 jalur pengangkutan. Namun, permintaan layanan juga datang dari berbagai instansi seperti Polres, Kodim, Kejaksaan, Brimob, Kaveleri hingga Pomako, sementara jalur khusus ke wilayah tersebut belum tersedia.

Sebagai langkah pengurangan volume sampah, DLH mendorong pendirian Bank Sampah di 21 kelurahan se-Kota Timika. Masyarakat dapat menjual sampah yang sudah dipilah dengan harga Rp1.500 per kilogram. (Tm1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *