Harga Ternak Babi di Timika Tembus Rp40 Juta Satu Ekor, DPRK Mimika : Perlu Pengawasan OPD Tehnis

Wakil Ketua Kelompok Khusus DPRK Kabupaten Mimika melalui Mekanisme Pengangkatan, Anton N Alom/Foto : redaksi

TIMIKA, (taparemimika.com) – Anggota dewan perwakilan rakyat dari jalur pengangkatan, Anton Alom menyoroti harga ternak babi dan daging yang dijual di Timika, Kabupaten Mimika yang menembus harga mencapai Rp 40 Juta satu ekor, semenjak virus virus African Swine Fever (ASF)  yang melanda ternak babi.

Anton Alom mengakui, sejak wabah virus African Swine Fever (ASF) yang merupakan penyakit menular pada babi melanda ternak di daerah Papua, khususnya di kabupaten Mimika, dinas peternakan dan dinas terkait seperti Disperindag perlu adanya perhatian khusus untuk bagaimana mengembangkan kembali ternak babi, khususnya babi masyarakat lokal.

Menurutnya perlu ada perhatian khusus untuk ternak babi bagi masyarakat, karena kata Anton, babi adalah identitas orang Papua khususnya wilayah pegunungan.

“Setiap rumah orang gunung itu dibelakang rumah harus ada babi, sementara kita lihat sekarang setelah wabah itu semua ternak dibasmi. Coba lihat di kandang-kandang masyarakat peternak babi kosong semua, habis, sekarang yang ada satu dua ni orang mau kembalikan lagi kehidupan babi untuk dikembangkan lagi susah,” katanya.

Anton mengatakan, babi merupakan pengganti nyawa dalam masalah yang harus diselesaikan, jadi peran babi itu sangat penting bagi kehidupan masyarakat khususnya bagi masyarakat Papua daerah gunung seperti Amungme, Dani, Damal, dan Moni semua sama dalam proses penyelesaian masalah adat atau perayaan-perayaan penting selalu menyedikan daging babi.

Sementara sekarang ini kata dia, harga babi di Timika melonjak diatas 30 jutaan. Bagi Anton dengan harga seperti itu, sangat menyusahkan masyarakat khususnya masyarakat adat.

“Ini sungguh sangat kelewatan Karena babi merupakan hewan penting bagi masyarakat gunung, dimana ada kegiatan syukuran dan kegiatan-kegiatan adat lainnya butuh bakar batu. Dan untuk membeli sangat sulit karena harga babi yang melonjak tinggi, jadi membuat susah untuk masyarakat lokal membeli. Saya berharap pemerintah daerah dalam hal ini dinas terkait, supaya kontrol harga babi, terutama Disperindag dan Dinas Peternakan karena pengaruh harga mentah larinya ke daging yang dijual dipasar sampai harga perkilo juga ikut naik jadi kalau bisa dirubah” harapnya.

Anton mengungkapkan selama ini harga babi yang normal itu kisaran 10-20 juta saat ini harga tersebut sudah naik sampai ukuran yang paling besar Rp30-40 juta.

“Maka kami dari perwakilan adat, kami melihat bahwa ini sangat menguntungkan bagi pihak tertentu dalam hal ini pedagang babi, disisi lain sangat merugikan bagi pihak masyarakat. Tolong pemerintah daerah melalui Disperindag  supaya kembalikan dan normalkan harga seperti semula, dan melakukan pengawasan terhadap harga daging babi,”pungkasnya. (tm1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *