Youth Forest Camp 2025: Deklarasi Solol Tuntut Pengakuan Adat, Kopi Jadi Simbol Ekonomi Hijau Papua/Foto : istimewa
SOLOL, RAJA AMPAT, (taparemimika.com) – Ratusan anak muda, tokoh adat, dan pegiat lingkungan dari berbagai kabupaten di Tanah Papua berkumpul dalam Youth Forest Camp (YFC) 2025 dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Yayasan Bentara Papua (YBP) pada 27-31 Oktober 2025 di Kampung Solol, Distrik Salawati Barat, Raja Ampat.
Kegiatan yang bertema “Merajut Kata, Merawat Alam,” ini memuncak pada dua agenda penting, yaitu; Aksi penanaman kopi sebagai simbol ekonomi lestari, dan penegasan Deklarasi Solol Raja Ampat yang menuntut pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.
Aksi Nyata dan Ekonomi Berbasis Alam
Yones Makdalena Bonai, Direktur Bentara Papua, menjelaskan bahwa YFC 2025 bertujuan membangun kesadaran generasi muda untuk menjadi garda terdepan pelindung alam. “Kami tidak hanya merajut kata, tetapi juga merawat alam melalui tindakan nyata, menunjukkan bahwa ekonomi bisa tumbuh tanpa merusak hutan,” ujar Yones.
Arkilaus Kladit, Tokoh Adat Suku Tehit dari Knasaimos (Sorong Selatan) menegaskan, sebagai perwujudan komitmen tersebut, seluruh peserta didukung oleh Pemerintah Distrik, tokoh adat, serta tokoh agama melakukan penanaman pohon kopi. Aksi ini melambangkan transisi menuju ekonomi berbasis hasil hutan non-kayu yang tidak merusak lingkungan, memberikan alternatif nyata terhadap praktik eksploitasi besar-besaran.
“Ekonomi lestari adalah warisan adat, didasarkan pada prinsip: “menjaga hutan berarti menjaga manusia.”tegas Ariklaus.
Hukum Adat Tiga Pilar dan Papan Kutuk
Frids Sowoi, Tokoh Adat Suku Tepin dari Solol menjelaskan, isu kerusakan lingkungan seperti terumbu karang akibat bom ikan menjadi sorotan, sehingga dibuatnya penegakan hukum adat yang unik di kampungnya melalui Papan Sasi atau Papan Kutuk.
“Papan Kutuk ini dijaga oleh tiga pilar: Adat, Pemerintah Kampung, dan Gereja (Agama). Ini adalah bukti bahwa perlindungan alam di Papua harus berbasis pada sinergi kearifan lokal yang didukung institusi modern,” jelasnya.
Deklarasi Solol: Sembilan Tuntutan Kedaulatan Rakyat Adat Di akhir pertemuan, para pemimpin adat dan aktivis mengeluarkan Deklarasi Solol Raja Ampat yang menyuarakan sembilan tuntutan krusial kepada pemerintah pusat dan daerah, serta pemimpin global, di antaranya:
Berikut 9 Poin Deklarasi Solo Raja Ampat:
1. Kami Mendesak pemerintah pusat dan DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang berpihak kepada masyarakat adat.
2. Kami Mendesak pemerintah untuk mencabut semua izin eksploitasi sumber daya alam di Tanah Papua, yang merampas ruang hidup dan merugikan masyarakat adat.
3. Kami Mendesak pemerintah daerah di setiap kabupaten/kota dan provinsi di Tanah Papua untuk menyusun dan mengesahkan Perda-Perda Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan Masyarakat Adat.
4. Kami Mendesak para pemimpin di Tanah Papua, baik pemimpin pemerintahan (gubernur, bupati, wali kota, DPR, MRP, distrik, kepala kampung), partai, dan tokoh politik, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat untuk lebih menunjukkan keberpihakan terhadap masyarakat adat di Tanah Papua.
5. Kami Mendesak pemerintah daerah untuk melakukan pemetaan wilayah-wilayah adat.
Kami Menolak pemerintah daerah untuk menerapkan sistem pengetahuan baru dalam program pembangunan termasuk kegiatan konservasi.
6. Kami Mendesak pemerintah menghentikan penambahan personel militer di Tanah Papua serta menghentikan tindakan represif aparat terhadap aktivis lingkungan dan masyarakat adat.
7. Kami Mengimbau pemerintah dan seluruh masyarakat Papua untuk memaksimalkan pangan lokal.
8. Kami Mendesak para pemimpin dunia dalam momentum politik global COP-30 di Brasil, memperkuat komitmen dan bersungguh-sungguh memberikan keadilan bagi masyarakat adat dan masyarakat lokal yang menjadi korban dampak dan perubahan iklim.
Direktur Bentara Papua, Yones Bonai menyimpulkan, “Perjuangan ini adalah misi kemanusiaan. Kami menuntut keadilan, bukan hanya untuk kami yang ada di sini, tetapi untuk iklim global. Masa depan Papua harus berkelanjutan, berlandaskan pengakuan penuh terhadap hak-hak masyarakat adat,”Pungkasnya.(tm1)















