Anggota DPRD Mimika, Dolfin Beanal (P-Gerindra) dan Primus Natikapereyau (P-Golkar)/Foto : redaksi
TIMIKA, (taparemimika.com) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mimika melalui dua legislatornya, Primus Natikapereyau dan Dolfin Beanal akan siap memfasilitasi pertemuan beberapa pihak terkait atas permintaan permintaan dari sejumlah Pengusaha Amungme Kamoro yang tergabung dalam Honai Pengusaha Amungme dan Kamoro (HAPAK), yang menuntut penolakan beroperasinya dua perusahaan keramik dan semen yaitu PT Honay Ajkwa Lorentz dan PT Tambang Mineral Papua di Timika sebelum adanya pertemuan dan seijin masyarakat pemilik hak ulayat.
Anggota DPRD Mimika dari Partai Gerindra, Dolfin Beanal menegaskan bahwa adanya tuntutan dan aspirasi dari sejumlah pengusaha putra asli Amungme dan Kamoro (HAPAK) agar DPRD Mimika memfasiltasi pertemuan dengan dua perusahaan yang berencana beroperasi , Pemda, Freeport, Dua Lembaa Adat, menyatakan siap untuk memfasilitasi pertemuan tersebut.
“Adanya permintaan dari sejumlah pengusaha Asli AMungme dan Kamoro agar ada pertemuan dengan HAPAK, pihak perusahaan, pemerintah daerah, Freeport Indonesia dan lembaa adat, akan kami teruskan ke Pimpinan Sementara dan kepada seluruh anggota dewan untuk diputuskan kapan dilaksanakan pertemuan,”ungkap Dolfin Beanal kepada wartawan di kantor DPRD Mimika, Selasa (14/1/2025).
Menurutnya, sependapat dengan tuntutan HAPAK, bahwa perusahaan sebelum beroperasi harus mendapatkan persetujuan dari lembaga masyarakat melalui lembaga adat, para pengusaha Amungme dan Kamoro, dan tentunya pemerintah daerah.
“Tanah Mimika ini adalah milik masyarakat Amugnme dan Kamoro, dan melalui lembaga adat sehingga harus sepengatahuan dan seijin pemilik hak ulayat. Perusahaan itu sebelum beroperasi harus mendapatkan restu atau ijin dari masyarakat melalui lembaga adat, tidak boleh asal beroperasi tanpa berdiskusi dan berbicara dengan masyarakat, Negeri ini bertuan, jadi harus dapat ijin dulu atau paling tidak duduk dulu bersama,”akunya.
Dolfin menyayangkan sikap dari perusahaan yang tanpa berkoordinasi dengan dua lembaga adat Amungme dan Kamoro sebagai repfresentatif dari dua suku pemilik hak ulayat yaitu Amungme dan Kamoro.
“Siapapun yang hendak masuk berinvestasi di Mimika lebih khusus dari mengelola sisa operasi tambang dari PT Freeport Indonesia, wajib mendapat restu dari masyarakat sebagai pemilik hak ulayat,”tegasnya.
Senada, anggota DPRD Mimika dari Partai Golongan Karya (Golkar) dari Daerah Pemilihan 6, Primus Natikapereyau menegaskan bahwa seharusnya dua perusahaan yaitu, PT Honay Ajkwa Lorentz dan PT Tambang Mineral Papua yang ditunjuk sebaiknya datang dan meminta permisi kepada pemilik hak ulayat.
“Pemerintah dan pemilik hak ulayat negeri ini ada, seharusnya mereka ijin dan berkoordinasi dan datang minta izin atau duduk bersama. Ini tiba-tiba datang atas pemerintah pusat kah atau siapa kah, harusnya permisi kepada pemerintah dan pemilik negeri. Tanah ini bukan tanah tidak berpenghuni, sehingga harus tahu diri lah,”tegas Primus Natikaperyau.
Ia mengaku, dengan rencana kehadiran dua perusahaan yang akan mengelola sisa olahan tambang dari PT Freeport Indonesia semestinya melibatkan berbagai potensi yang ada di Kabupaten Mimika, ada pengusaha-pengusahaan Orang Asli Amungme dan Kamoro yang harusnya dilibatkan dan diberdayakan.
“Saya khawatir dengan kehadiran dua perusahaan ini tanpa duduk bersama dan berdiskusi bisa meimbulkan konflik, apalagi tidak melibatkan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat negeri ini,”keluhnya.
Ia juga kaget mendapat kabar kalau ada perusahaan yang akan masuk ke Timika sementara pengakuan dari Pj Bupati Valentinus S Sumito sebelumnya yang tidak tahu menahu soal kehadiran perusahaan tersebut.
“Kami tidak mau Mimika ini akan terjadi konflik, kami ingin Mimika damai. Sehingga kehadiran perusahaan tersebut harus disikapi secara baik. Prinsipnya DPRD Mimika sebagai perwakilan masyarakat siap memfasilitasi pertemuan dari pihak-pihak terkait dengan rencana kehadiran dua perusahaan tersebut,”ungkapnya. (tm1)