Pengusaha Asli Amungme dan Kamoro yang tergabung dalam HAPAK Mimika, saat menyerahkan lima tuntutan tertulis kepada DPRD Mimika yang diterima oleh Ketua Sementara, H. Iwan Anwar,SH,MH/Foto : redaksi
TIMIKA, (taparemimika.com) – Menggelar Rapat Dengan Pendapat (RDP) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Mimika pada, Senin (20/1/2025) di kantor DPRD Mimika, Honai Adat Pengusaha Amungme Kamoro (HAPAK) Kabupaten Mimika menyampaikan lima poin tuntutan dan aspirasi, terkait beroperasinya PT Honay Ajkwa Lorentz dan PT Tambanh Mineral Papua yang akan menggunakan bahan Baku Tailing dari PT Freeport Indonesia untuk memproduksi Keramik dan Semen.
Lima poin aspirasi yang disampaikan oleh HAPAK yang dibacakan oleh Tenius Kum diantaranya ; Pertama, menolak rencana pembanunan Pabrik Keramik dan Semen berbahan baku Tailing, Kedua, mengutamakan keterlibatan masyarakat lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam, Ketiga, Pentingnya Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Keempat, transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang ketat, serta kelima, Penegakan hak-hak Masyarakat Adat.
Maria Florida Kotorok mewakili HAPAK Mimika menegaskan, bahwa menolak rencana pembangunan pabrik keramik dan semen oleh PT Honay Ajkwa Lorentz dan PT Tambang Mineral Papua yang menggunakan tailing PT Freeport Indonesia, dengan alasan bahwa proyek ini tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Amungme dan Kamoro yang berpotensi merusak lingkugnan dan kesehatan masyarakat.
“Kami menuntut agar setiap proyek yang melibatkan pengelolaan Sumber Daya Alam di wilayah kami harus melibatkan masyarakat secara aktif, baik dalam proses perencanaan, pengawasan, maupun dalam pembagian manfaat ekonomi masyarakat,”ungkap Maria.
Anggota DPRD Mimika saat mengikuti RDP/Foto : redaksi
Sementara Ketua HAPAK Mimika, Capten Oteanus Hagabal mengingatkan bahwa semua pihak bahwa hak-hak masyarakat adat Amungme dan Kamoro harus dihormati dan dilindungi, sesuai dengan UUD 1945, serta konvensii internasional mengenai hak-hak masyarakat adat.
“Kami menuntut agar hak-hak kami atas tanah dan sumber daya alam tidak diabaikan dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait proyek ini,”tegasnya.
Koordinator Tim RDP HAPAK, Tenius Kum menegaskan, setiap kegiatan industry yang berpotensi mencemari lingkungan, seperti pengelolaan tailing, harus dilkukan dengan prinsip kehati-hatian dan berkelanjutan.
“Kami menolak segala bentuk aktifitas yang dapat merusak lingkungan hidup, merusak ekosistem, dan mengancam kesehatan masyarakat terutama disekitar daerah yang menjadi tempat tinggal masyarakat adat kami,”ungkap Tenius.
Ketua Sementara DPRD Mimika, H. Iwan Anwar,SH,MH dihadapan sejumlah anggota HAPAK, OKIA, Pelajar dan Mahasisa Amungme dan Kamoro mengapresiasi kehadiran HAPAK untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak-hak dasar dari masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat di Mimika.
“Ini rumah rakyat dan apa yang menjadi tuntutan wajib kami dewan untuk menindak lanjuti sepanjang sesuai dengan regulasi, aspirasi HAPAK yang mewakili masyarakat adat sangat kami dukung sebab dewan merupakan perwakilan masyarakat. Kami sendiri juga diundang untukl lounchign dua perusahaan ini, tapi kami tidak hadir. Kami sudah sepakat untuk tidak hadir dan sudah kami sampaikan kepada Forkopimda agar hal ini menjadi atensi,”tegas H. Iwan Anwar.
Ketua Sementara mengakui, terkait rencana beroperasinya dua perusahaan yang akan mengelola tailing menjadi keramik dan semen tersebut DPRD sendiri tidak tahu menahu, dan sudah kami konfirmasikan kepada PJ Bupati lama dan yang baru keduanya tidak tahu sama sekali kehadiran perusahaan ini.
“Dewan sudah menyampaikan perihal ini kepada Pj Bupati Mimika dan Forkopimda terkait lounching dua perusahaan ini, pemerintah tidak tahu menahu. Sebab tidak ada satupun dokumen yang masuk ke Pemerintah daerah, sehingga kami minta agar ini dapat ditindak lanjuti oleh pemerintah. Dan dalam waktu dekat akan meminta pihak perusahaan mempresentasekan rencana beroperasinya perusahaan tersebut,”sebutnya.
Ketua Sementara DPRD Mimika, H. Iwan Anwar,SH, MH bersama anggota lainnya saat mengikuti RDP/Foto : redaksi
Sementara anggota DPRD Mimika lainnya, Herman Gafur meminta agar dilakukan investigasi bersama dari Dewan dan HAPAK serta Lemasko dan Lemasa sebagai pemilik hak ulayat yang punya kewenangan.
“Kita bukan saja tolak, tapi kita akan lakukan investigasi. Dugaan ada oknum-oknum yang ada diluar Timika, siapa actor dibalik ini. Seolah-olah kita disini masyarakat lembaga ada adat dan pengusaha tidak mampu mengelola,”tegas Herman Gafur.
Hal senada juga ditegaskan anggota DPRD Mimika dari Partai Golkar, Primus Natikapereyau mengaku juga turut menyuarakan bahwa perusahaan yang akan menginvestasi di Mimika harusnya berkomunikasi dengan masyarakat dan lembaga atau bahkan pemerintah daerah.
“Jakarta harus tahu bahwa Mimika ini bukan tanah kosong, disini ada orangnya dan pemilik. Kami mau damai disini, jangan sampai kehadiran dua perusahaan ini justru membuat konflik atau gejolak. DPRD bisa mengundang dua perusahaan ini untuk RDP sehingga dapat menjelaskan apa untung ruginya kalau perusahaan ini beroperasi di Mimika,”tegas Primus.
Anggota DPRD Mimika dari Gerindra, Dolfin Beanal meminta kepada pimpinan DPRD Mimika untuk menjadwalkan dengan mengundang Lemasko-Lemasa dan pemerintah daerah untuk duduk bersama dan membahas dua perusahaan ini, dan perlu melakukan investigasi.
Sementara anggota DPRD Mimika dari Partai PDI Perjuangan, Alfian Akbar Balyanan mengatakan terkait rencana ada perusahaan yang mau menginvestasi di Mimika harus kita verifikasi denga ketat agar nantinya tidak menimbulkan masalah baru.
“DPRD tidak anti soal investor yang akan masuk ke Timika, tetapi Papua ini bertuan. Ada kekhawatiran akan timbul kerugian bagi masyarakat Amungme dan Kamoro,”tegasnya.
Alfian meminta, pemerintah untuk memverifikasi terkait seluruh ijin operasi bagi dua perusahaan ini, apakah sudah sesuai dengan regulasi ataupun sudah memenuhi Analisa Dampak Lingkungan (Amdal).
“Karena beroperasinya perusahaan ini mengelola sisa hasil tambang PT Freeport Indonesia, berkaitan dengan limbah B3, maka perlu ada data dan ijin Amdal karena bisa berdampak bagi masyarakat lokal khusunya Amugnme dan Kamoro,”katanya.
Adapun kesimpulan RDP antara HAPAK dengan DPRD Mimika terkait operasi dua perusahaan tersebut, Pertama, setelah rapat ini DPRD diharapkan untuk menggelar RDP lanjutan dengan melibatkan pemerintah daerah, Freeport Indonesia , Lembaga Adat dan Perusahaan. Kedua, menghentikan dulu aktifitas dua perusahaan ini sampai ada pertemuan dan ada solusinya. (tm1)