Oleh : Suprianto, S.Pd.,M.Pd (Dosen Prodi Penjas STKIP HERMON TIMIKA)
TIMIKA, (taparemimika.com) – Pendidikan tidak hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan karakter dan kedisiplinan. Dalam proses ini, reward (penghargaan) dan punishment (hukuman) menjadi dua elemen penting yang tidak bisa dihilangkan. Keduanya berfungsi sebagai alat untuk menegakkan aturan, membangun tanggung jawab, dan mengajarkan konsekuensi dari setiap tindakan.
Di Indonesia, guru dan dosen memiliki peran sebagai pendidik yang tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik siswa dan mahasiswa untuk menjadi pribadi yang disiplin, bertanggung jawab, dan menghargai norma sosial. Ketika seorang pendidik memberikan hukuman, hal itu bukanlah bentuk kekerasan, melainkan bagian dari proses pembelajaran untuk memperbaiki kesalahan dan membentuk sikap yang lebih baik.
Perbedaan Mendidik di Rumah dan di Lembaga Pendidikan
Cara mendidik di lingkungan keluarga tentu berbeda dengan di sekolah atau kampus. Di rumah, orang tua mungkin lebih fleksibel dalam menerapkan aturan karena hubungan yang bersifat emosional dan personal. Sementara di lembaga pendidikan, guru dan dosen bertanggung jawab atas puluhan bahkan ratusan siswa/mahasiswa dengan latar belakang yang beragam. Disiplin dan konsistensi dalam penerapan aturan menjadi kunci agar proses pendidikan berjalan efektif.
Jika setiap hukuman yang diberikan pendidik dilaporkan ke polisi hanya karena dianggap “keras” atau “tidak nyaman”, maka dunia pendidikan akan kehilangan otoritasnya dalam menegakkan kedisiplinan. Hukuman yang proporsional (seperti tugas tambahan, teguran, atau sanksi akademik) adalah bentuk tanggung jawab pendidik dalam membentuk karakter peserta didik, bukan bentuk pelanggaran.
Punishment dalam Bingkai Pendidikan, Bukan Kekerasan
Tentu saja, hukuman dalam pendidikan harus bersifat mendidik, bukan menyakiti secara fisik atau mental. Guru dan dosen diharapkan memberikan sanksi yang sesuai dengan kesalahan dan bertujuan untuk perbaikan, bukan sekadar menghukum. Namun, masyarakat juga harus memahami bahwa tidak setiap tindakan pendidik yang tegas dapat dikategorikan sebagai “kekerasan”.
Jika budaya melaporkan ke polisi hanya karena siswa/mahasiswa dihukum akibat pelanggaran aturan terus terjadi, maka lama-kelamaan pendidik akan takut untuk menegur. Akibatnya, peserta didik bisa kehilangan rasa hormat terhadap aturan dan tumbuh tanpa pemahaman tentang konsekuensi.
Kesimpulan
Reward dan punishment adalah instrumen penting dalam pendidikan. Selama diberikan dengan tujuan mendidik dan proporsional, hukuman bukanlah sesuatu yang salah. Masyarakat perlu lebih bijak dalam menyikapi tindakan tegas dari pendidik, karena tanpa disiplin, pendidikan hanya akan menghasilkan generasi yang lembek dan tidak siap menghadapi tantangan kehidupan.
Pendidikan yang baik bukan hanya tentang memanjakan, tetapi juga tentang mengajarkan tanggung jawab. Guru dan dosen berhak memberikan hukuman yang mendidik, selama itu dilakukan dengan prinsip keadilan dan kebaikan bersama.(**)